Minggu, 29 Juni 2014

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970



(Keselamatan Kerja)


1. Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).

Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993). Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.

Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan–gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.

2. Menurut Undang-undang Republik Indonesia
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA

BAB I
TENTANG ISTILAH-ISTILAH

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1.    "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tempat kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau berhubung dengan tempat kerja tersebut;
2.    "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
3.    "pengusaha" ialah :
a.    orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b.    orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c.    orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang mewakili berkedudukan di luar Indonesia.
4.    "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Mneteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini.
5.    "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
6.    "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

1.    Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
2.    Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a.    dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan atau peledakan;
b.    dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c.    dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan.
d.   dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
e.    dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f.     dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat, melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;
g.    dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
h.    dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i.      dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;
j.      dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k.    dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l.      dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m.  terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n.    dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o.    dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon;
p.    dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;
q.    dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r.     diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
3.    Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).

BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA

Pasal 3

1.    Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a.    mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b.    mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c.    mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d.   memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e.    memberi pertolongan pada kecelakaan;
f.     memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g.    mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;
h.    mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
i.      memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j.      menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k.    menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l.      memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m.  memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n.    mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o.    mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p.    mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q.    mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r.     menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
2.    Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.

Pasal 4

1.    Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
2.    Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produk guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
3.    Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.

BAB IV
PENGAWASAN

Pasal 5

1.    Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
2.    Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 6

1.    Barang siapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
2.    Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
3.    Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.

Pasal 7

Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 8

1.    Pengurus di wajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
2.    Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
3.    Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.

BAB V
PEMBINAAN

Pasal 9

1.    Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a.    Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja;
b.    Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja;
c.    Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d.   Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
2.    Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
3.    Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
4.    Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.

BAB VI
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Pasal 10

1.    Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
2.    Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

BAB VII
KECELAKAAN

Pasal 11

1.    Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
2.    Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.

BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA

Pasal 12

Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:  
1.    Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan kerja;
2.    Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan;
3.    Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
4.    Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
5.    Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khususditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.

BAB IX
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA

Pasal 13

Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS

Pasal 14

Pengurus diwajibkan :

1.    secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
2.    Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
3.    Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

1.    Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
2.    Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
3.    Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.

Pasal 16

Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 17

Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

Pasal 18

Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA" dan mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

3. Problematika Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K-3) Di Indonesia
Menurut Paulus Londo, TAK dapat  disangkal  hingga   kini  aspek  ”kesehatan  dan keselamatan  kerja” atau disingkat  K-3 belum mendapat perhatian  serius  di  Indonesia. Kalaupun  hal  tersebut sering dibicarakan   diberbagai  seminar  dan   diskusi, umumnya  tidak disertai dengan konsep implementasi yang jelas dan konkrit.

Kenyataan  ini tentu tidak  akan menguntungkan bagi Indonesia di masa mendatang, sebab masalah tersebut sejak dua dekade silam sudah  menjadi  isu internasional  yang serius, karena berkaitan erat dengan berbagai masalah lainnya  yang kini mendapat sorotan dunia.

Hal  lain yang juga ikut  mendorong perlunya perhatian serius terhadap kesehatan  dan  keselamatan  kerja  adalah  menguatnya desakan  akan penegakan hak-hak asasi manusia (HAM) sebagai suatu fenomena global.

Dalam  perspektif  penegakan  HAM,  adanya  jaminan  terhadap kesehatan dan keselamatan   kerja  di   lingkungan  perusahaan dipandang  sebagai bagian integral dari  penegakan hak-hak asasi manusia.

Kendalanya adalah lambannya penerapan ketentuan kesehatan dan keselamatan kerja di Indonesia tampak  selain disebabkan oleh rendahnya kesadaran para  pelaku usaha akan hal ini, juga  oleh beragam faktor lain, dan karena itu perlu selusi yang bersifat menyeluruh.

Sesungguhnya  semua itu terjadi  karena dukungan politik dari pemerintah dalam perlindungan pekerja jauh dari memadai. Dalam berbagai kebijakan mengenai ketenaga-kerjaan dan dunia usaha, misalnya,  terlihat  dengan   jelas  belum  semua  aspek prinsipil kesehatan  dan keselamatan  kerja  terakomodir secara maksimal. Demikian pula ketentuan audit kesehatan dan keselamatan kerja sering hanya bersifat formalitas belaka.

Namun  diluar sebab-sebab diatas,  tersendatnya penerapan K-3 di Indonesia juga  disebabkan oleh  belum berkembangnya disiplin ilmu kedokteran  okupasi sehinga   jumlah  dokter  okupasi  di Indonesia masih sangat  minim begitu  pula klinik  medik okupasi masih sangat terbatas.